My minds about LGBT
“I stand in my belief, that’s humanity”
Note: Setiap gue nulis semaksimal mungkin gue gabaca jurnal yang
membahas topik yang sama terlebih dahulu dengan tujuan supaya opini gue gak
tergiring, namun setelah gue selesai pasti gue baca litelatur tentang hal yang
gue bahas dengan catatan dalam ruang lingkup diluar keilmuan yang memang butuh
referensi.
Diawali dengan
banyak orang yang menanyakan hal ini kepada gue, untuk membuat percakapan lebih
cepat karena gue nyadar bahwa topik ini Cuma menyulut perdebatan kusir so gue Cuma
jawab, “Gue ga interest hal begituan...” or
”Sorry gue gak ngikutin soalnya gada tv
di kosan ....
Pada intinya diam
diam gue juga membaca surat permohonan yang mereka ajukan, yang setelah gue
analisa pantes aja ada perbedaan pendapat hakim (reason ini masih berdasarkan persepsi
gue) gue anggap Legal Standing yang
mereka susun masih tidak memiliki alasan rasional dan beberapa dalil yang
mereka ajukan masih berkontradiksi antar satu sama lain, yang mungkin secara
rinci akan gue bahas di post gue selanjutnya soon.
So hal pertama yang gue
pikirkan dalam pikiran gue saat gue ditanya,
“ehm jadi disini udah mulai
concern masalah LGBT, makin ruwet aja masalah yang “itu” juga gabakalan selesai
ya karena mayoritas masih banyak yang konservatif dan of course closed minded,
makin pecah aja ni bangsa...”.
Sebelum lanjut mungkin Gue disclaimer dulu ya:
FYI, dalam sebuah diskusi yang baik tidak ada namanya OPINI yang salah,
kecuali itu dalil yang emang butuh pembuktian, seharusnya juka ingin
berargumentasi tidakperlu merendahkan opini orang lain, hanya fokus pada opini
persuasif yang anda ajukan.
Ok lanjut, mungkin bagi
orang-orang yang moderat dan dinamis, pasti mereka memiliki pendapat
“Hubungan rohaniah Tuhan dan
individu diserahkan pada diri mereka masing-masing, konsekuensi yang dia dapat
hanya untuk dia kenapa aku sibuk dengan itu?”
Atau segelongan orang berfikir
seperti ini
“Hal kayak gini harus gue
ikutin karena dalam agama gue harus...”
So berdasarkan kedua tipikal tersebut
gue di posisi yang mana?
Entah salah atau tidak gue
berfikiran bahwa sebuah kodrat diciptakan oleh Tuhan, entah kamu terlahir
dengan itu atau tidak..
Ketika seorang yang terlahir
straight dan mengalami pelecehan seksual dia kemudian menjadi Gay/lesbian,
apakah dorongan untuk menjadi Gay/lesbian itu bukan dari dirinya sendiri? Dan bukankah
hal itu tercipta karena kemauanya sendiri?. Mungkin beberapa orang yang typical
moderat bakal beropini bahwa dorongan untuk mencintai seseorang walaupun bukan
dikarenakan shock event pun tercipta dengan sendiri karena kehendak biologisnya
sendiri, atau mungkin God did it.
Sebagai contoh, orientasi
seksual seseorang sudah tercipta sejak dia bisa berbicara bahkan mungkin sejak
dia terlahir, yang gue pikir, seseorang gabakalan bisa merubah orientasi
seseorang, contohnya seseorang yang terlahir straight gabisa kita rubah agar
mereka menjadi gay, kalaupun bisa dilakukan, jadi dia bukan straight bisa jadi
dia bisexual bahkan Gay/lesbian. Sejatinya orentasi seksual seseorang itu bukan
sesuatu yang bisa ditebak secara kasat mata, bisa saja kita melihat si joni
seorang straight namun ternyata dia adalah seorang bisexual.
Yang bikin gue miris, banyak
orang yang beropini bahwa gay/lesbian adalah penyakit jiwa, yang ingin gue
tanyakan adalah
“Adakah ahli jiwa yang bisa
merubah orientasi seseorang?” kalaupun ada si “pasien” hanya memalsukan hal
tersebut karena tekanan sosial, because nobody know about someone sexual
orientation dude!.
Ándai diri lo dibawa ke
skiater agar bisa merubah orientasi lo, apakah menurut lo itu akan efektif?.
So pada intinya kepada poeple
zaman now yang gue pikir tiap hari makin pintar, apakah ketika menegakan ham
adalah suatu kewajiban apakah kita lihat adakah sisi yang kita belum lihat
dalam kacamata yang jernih tanpa embel-embel ideologi pribadi? Apakah iu
terlalu jauh jika kita ingin mebuat regulasi yang mengatur hal kodrati?
To be continue..
Comments
Post a Comment